Menu

Mode Gelap

Bisnis · 21 Nov 2025 07:20 WIB ·

Sidang Sengketa Ruko Marinatama Berlanjut: Warga Desak Kepastian Hukum dan Tolak Rencana Pengosongan Akhir Tahun


 Sidang Sengketa Ruko Marinatama Berlanjut: Warga Desak Kepastian Hukum dan Tolak Rencana Pengosongan Akhir Tahun Perbesar

Jakarta — Bisnispos. Persidangan sengketa lahan Ruko Marina Tama (Marinatama) Mangga Dua, Jakarta Utara, kembali berlangsung di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur pada Rabu (19/11/2025).

Memasuki agenda sidang keenam, perkara bernomor 236/G/2025/PTUN.JKT itu menghadirkan para penggugat yang merupakan pemilik dan penghuni ruko, sementara BPN Jakarta Utara hadir sebagai pihak tergugat, serta Kementerian Pertahanan RI sebagai Tergugat II Intervensi.

Sidang kali ini difokuskan pada penyerahan dokumen tambahan dan penyampaian jawaban dari pihak tergugat. Proses berjalan sekitar satu jam sebelum akhirnya majelis hakim menetapkan bahwa minggu depan persidangan berlanjut ke tahap pembuktian.

Usai sidang, perwakilan BPN maupun Kemenhan tidak memberikan komentar kepada wartawan dan langsung meninggalkan lokasi.

Kuasa Hukum Warga: “Pengosongan Tanpa Putusan Pengadilan Tidak Sah”
Kekhawatiran warga memuncak menjelang akhir tahun menyusul beredarnya isu pengosongan ruko pada 31 Desember 2025. Subali, S.H., kuasa hukum para penghuni, menegaskan bahwa langkah tersebut tidak bisa dilakukan tanpa dasar hukum dan putusan pengadilan.

“Sejak awal kami sudah menyampaikan keberatan kepada seluruh pihak, termasuk Inkopal dan instansi pemerintah terkait. Pengosongan sepihak di luar mekanisme hukum jelas tidak dibenarkan,” kata Subali.

Ia mengungkap bahwa persoalan utama justru terletak pada status tanah yang sejak awal tercatat sebagai tanah negara tetapi kemudian diperdagangkan oleh pengembang kepada masyarakat. Dalam prosesnya, muncul penerbitan sertifikat yang dinilai tidak sesuai ketentuan.

Menurut Subali, jika tanah negara diperuntukkan bagi kegiatan komersial, seharusnya konversinya berupa Hak Pengelolaan (HPL), bukan Hak Pakai (HP).

“Apalagi Inkopal bukan lembaga negara sehingga tidak bisa menjadi pemegang HPL,” tegasnya.

Harapan Ada Mediasi dari Menteri Pertahanan
Subali menyampaikan bahwa warga sejak awal membuka ruang penyelesaian damai. Ia berharap Menteri Pertahanan dapat turun langsung memediasi warga dan pihak Inkopal.

“Hukum tertinggi adalah perdamaian. Jika bisa diselesaikan tanpa konflik, itulah yang terbaik bagi semua pihak,” ujarnya.

Ia juga meminta BPN membuka dokumen secara transparan agar proses persidangan berjalan objektif.

Warga Paparkan Kronologi Pembelian: Janji HGB Berujung Sewa 25 Tahun

Seorang warga yang enggan disebutkan namanya menceritakan bahwa ia membeli unit ruko pada 1997. Ia membayar penuh sebagai pembeli, bukan penyewa, dan dijanjikan Sertifikat HGB akan terbit dalam satu tahun. Namun hingga dua tahun berlalu, sertifikat tidak kunjung diberikan.

Justru kemudian muncul pemberitahuan bahwa HGB tidak bisa diterbitkan dan diganti perjanjian sewa 25 tahun (2000–2025). Sertifikat yang diterima warga pun bukan produk BPN, melainkan diterbitkan oleh Inkopal.

“Kami kaget saat mengetahui adanya Hak Pakai atas nama Kemenhan yang diterbitkan BPN. Bagaimana mungkin tanah dengan bangunan komersial yang sudah lama dijual, tiba-tiba berubah menjadi Hak Pakai negara?” ujarnya.

Ia menilai penerbitan HP Nomor 477/2000 tidak sejalan dengan ketentuan gubernur yang mewajibkan penerbitan HGB kepada para pembeli.

Gugatan ke PTUN kemudian diajukan pada Juli 2025. Namun di tengah proses hukum, warga justru kembali menerima surat teguran dari Inkopal berisi perintah pengosongan bila tidak memperpanjang masa sewa.

Keluhan Pungutan: Tarif Air Melonjak hingga Rp56.000/m³
Di luar sengketa lahan, warga juga mempersoalkan berbagai pungutan yang dinilai tidak sesuai, seperti:

Kenaikan IPL tanpa perbaikan fasilitas umum
Tarif air mencapai Rp56.000/m³, jauh di atas tarif resmi sekitar Rp17.500/m³

Biaya parkir pemilik lebih tinggi dari pengunjung
Tagihan air untuk usaha kuliner yang bisa mencapai Rp8–12 juta per bulan
“Kadang angkanya tidak masuk akal,” keluh seorang warga.

Menjelang Akhir Tahun, Warga Minta Negara Hadir
Warga berharap pemerintah — terutama BPN sebagai penerbit sertifikat — memberikan perlindungan hukum yang jelas sebelum memasuki 31 Desember 2025.

“Kami hanya ingin proses hukum dihormati. Sertifikat yang kami persoalkan harus diuji melalui putusan pengadilan. Negara harus hadir agar masyarakat tidak jadi korban,” ujar warga.

Sidang dijadwalkan kembali pekan depan dengan agenda pemeriksaan bukti. Hingga artikel ini dipublikasikan, BPN Jakarta Utara dan Kementerian Pertahanan belum memberikan keterangan resmi terkait perkembangan kasus tersebut.
Red Dons)***

Artikel ini telah dibaca 2 kali

badge-check

Redaktur

Baca Lainnya

Penggalangan Dana oleh Himpunan Muslim Luat Pahae (HMP) untuk Pembangunan RTQ Pahae

24 November 2025 - 16:22 WIB

Bersama LKPPQ Ar-Rahmah, IPPAQI Gelar Pelatihan dan Sertifikasi Kompetensi Guru Al-Qur’an

24 November 2025 - 11:19 WIB

Lewat Musyawarah Mufakat, Bahrullah Akbar Resmi Jadi Ketua Umum IARMI

23 November 2025 - 11:25 WIB

Putusan MK Perlu Harmonisasi: Dhoni Martien Dorong Penyeragaman Parameter Uji

21 November 2025 - 05:49 WIB

Majelis Dzikir dan Sholawat GP Ansor Jagakarsa Gelar Kegiatan Rutin Bulanan, Dihadiri Lurah Cipedak dan Pengurus MWC NU

21 November 2025 - 03:21 WIB

Transformasi BOTASUPAL BIN Perkuat Kedaulatan Rupiah: Kombes Pol Mulyono Bertemu Penyidik Utama OJK Irjen Pol Daniel Bolly Hyronimus Tifaona

20 November 2025 - 06:49 WIB

Trending di Bisnis