Belasan kota pesisir terancam tenggelam di 2100 imbas pemanasan global yang memicu kenaikan permukaan air laut. Ada pula faktor eksploitasi air tanah berlebih.
Kota-kota pesisir yang terletak di dataran rendah sudah mengalami banjir besar dan berupaya mencari solusi kreatif untuk mengatasi kenaikan air pasang.
Beberapa kota, menurut keterangan World Economic Forum (WEF), akan tenggelam karena naiknya permukaan air laut yang perlahan-lahan merambah pantainya.
Lembaga antariksa AS (NASA), berdasarkan pengukuran satelit, menyatakan kenaikan permukaan air laut secara global sejak 1993 hingga 2 Mei 2022 mencapai 101,2 mm (10,1 cm), atau 3,3 mm per tahun.
Kenaikan muka laut itu diperparah oleh faktor perluasan air laut saat memanas, yang juga terkait pemanasan global.
“Ekspansi termal air” itu terjadi ketika air menjadi lebih hangat yang menyebabkan volume air meningkat. NASA menyebut sekitar setengah dari kenaikan permukaan laut global berasal dari faktor ini.
Selain itu, WEF juga menyoroti kota-kota lain yang diprediksi akan tenggelam karena pemompaan air tanah yang berlebihan sehingga menyebabkan perubahan tekanan dan volume yang menyebabkan daratan tenggelam.
Baca Juga : WHO Desak Seluruh Negara Larang Vape dengan Perasa
Berikut 11 kota tenggelam yang terancam karam berdasarkan rangkuman WEF bertajuk ‘These 11 sinking cities could disappear by 2100’:
Jakarta
Jakarta tenggelam hingga 6,7 inci (17 cm) per tahun karena pemompaan air tanah yang berlebihan (yang menyebabkan perubahan tekanan dan volume yang menyebabkan tanah tenggelam). Sebagian besar bagian kota ini diprediksi akan tenggelam pada 2050.
Pakar Geologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas mengungkapkan faktor penurunan muka tanah lebih berperan dalam tenggelamnya Jakarta ketimbang kenaikan air laut.
Sejauh ini, katanya, kenaikan permukaan air laut, berdasarkan pengukuran satelit altimetri selama 20 tahun, di Jakarta mencapai 6 mm-1 cm per tahun.
Penampakan Ngeri Monas dan Kota-kota Besar saat Suhu Naik 3 Derajat C
Sementara, penurunan rata-rata muka tanah akibat pengambilan air tanah berlebih mencapai 10 cm hingga 20 cm per tahun.
“Kalau 100 tahun akan ada penurunan 10 meter. [Faktor] inilah yang paling signifikan sebagai penyebab banjir rob. Karena kan tanah turun terus, lama-lama di bawah laut,” jelas Heri, beberapa waktu lalu.
Pemerintah pun baru-baru ini menyetujui rencana untuk memindahkan ibu kota ke IKN, yang menurut WEF, menelan biaya US$33 miliar (sekitar Rp512 triliun).
Lagos, Nigeria
Garis pantai Lagos yang rendah terus terkikis dan naiknya air laut akibat pemanasan global membuat kota terbesar di Afrika ini terancam banjir.
Studi 2012 dari University of Plymouth menemukan kenaikan permukaan laut setinggi 3 hingga 9 kaki (91,44 hingga 274,32 cm) akan “memiliki dampak yang sangat buruk terhadap aktivitas manusia di wilayah ini.”
Permukaan air laut global diperkirakan akan naik 6,6 kaki (201,168 cm) pada akhir abad ini.
Houston, Texas, AS
WEF menyebut sebagian wilayah Houston tenggelam dengan kecepatan 2 inci (5 cm) per tahun karena pemompaan air tanah yang berlebihan.
Semakin tenggelamnya Houston, semakin rentan wilayah tersebut terhadap bencana yang semakin sering terjadi seperti Badai Harvey, yang merusak hampir 135.000 rumah dan membuat sekitar 30.000 orang mengungsi.
Dhaka, Bangladesh
Bangladesh menghasilkan 0,3 persen emisi yang berkontribusi terhadap perubahan iklim. Namun, negara ini menghadapi konsekuensi terbesar dari naiknya permukaan air laut, melansir laporan The New York Times.
Lautan dapat membanjiri 17 persen daratan Bangladesh dan membuat sekitar 18 juta warganya mengungsi pada 2050.
Venesia, Italia
Kota air ini disebut tenggelam dengan kecepatan 0,08 inci (0,2 cm) setiap tahunnya.
Italia mulai membangun penghalang banjir yang dikenal sebagai Mose yang terdiri dari 78 gerbang di tiga saluran masuknya pada 2003. Tanggul tersebut seharusnya selesai pada 2011, namun baru siap pada 2022.
Ketika serangkaian badai melanda Venesia pada 2018, proyek senilai US$6,5 miliar itu masih belum selesai. Banjir tersebut merupakan yang terburuk yang pernah dialami kota ini dalam satu dekade terakhir.
Pantai Virginia, AS
Pantai Virginia merupakan salah satu daerah dengan tingkat kenaikan permukaan laut tercepat di Pantai Timur, yang memperhitungkan kenaikan permukaan air dan tenggelamnya daratan.
Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) memperkirakan Pantai Virginia akan mengalami kenaikan permukaan laut hingga hampir 12 kaki pada tahun 2100.
Bangkok, Thailand
Bangkok tenggelam dengan kecepatan lebih dari 1 cm per tahun dan mungkin berada di bawah permukaan laut pada tahun 2030, menurut laporan The Guardian.
Untuk membantu mencegah banjir, terutama selama musim hujan musim panas di Thailand, sebuah firma arsitektur membangun taman seluas 11 hektar yang dapat menampung hingga 1 juta galon air hujan yang disebut Chulalongkorn University Centenary Park.
New Orleans, Louisiana, AS
Beberapa wilayah New Orleans tenggelam dengan kecepatan 2 inci (5,08 cm) per tahun dan kemungkinan berada di bawah permukaan air pada 2100, menurut penelitian NASA 2016.
Beberapa bagian New Orleans juga berada 15 kaki (4,5 meter) di bawah permukaan laut. Lokasinya yang berada di delta sungai meningkatkan kerentanan terhadap kenaikan permukaan laut dan banjir.
Rotterdam, Belanda
Menurut The New York Times, 90 persen kota Rotterdam berada di bawah permukaan laut. Ketika permukaan air laut naik, risiko banjir pun meningkat.
Seperti Chulalongkorn University Centenary Park di Bangkok, Belanda membangun ‘taman air’ yang berfungsi ganda sebagai reservoir untuk kenaikan permukaan air dalam sebuah proyek yang disebut Room for the River, serta penghalang gelombang badai yang sangat besar.
Alexandria, Mesir
Pantai-pantai di Alexandria telah menghilang seiring dengan naiknya permukaan air laut. Laut Mediterania bisa naik setinggi 2 kaki (60,96 cm) pada 2100.
Melansir NPR, Pemerintah Mesir memasang beton-beton penghalang air di tepi pantai untuk mencegah air lebih banyak masuk ke daratan.
Miami, Florida, AS
Melansir Business Insider, “hampir tidak ada skenario yang dapat Anda bayangkan [Miami] masih ada pada akhir abad ini.” Kota ini pun, dalam laporan tersebut, dinilai sebagai “contoh kota besar yang berada dalam masalah besar.”
Permukaan air laut di Miami meningkat dengan kecepatan yang lebih cepat dibandingkan wilayah lain di dunia, sehingga mengakibatkan banjir, kontaminasi air minum, dan kerusakan besar pada rumah dan jalan.
Kota ini mungkin harus segera meningkatkan strukturnya agar tetap berada di atas air.